BADUNG - Kejadian tak mengenakkan yang dialami penghuni baru perumahan Taman Yasa Jl. Taman Ayu No.22, Taman Mumbul, Kec. Kuta, Kabupaten Badung, Bali 80361.
Seorang perempuan dan keluarga bernama Henny Suryani Ondang ditolak masuk kedalam rumah yang dia miliki. Terlihat oleh awak media saat ditemui pihak yang mengaku sebagai pihak manajemen pengelola perumahan meminta sejumlah uang agar dapat masuk kedalam perumahan.
Ditanya soal itu, Henny menyebutkan uang yang harus dibayarkan sejumlah Rp. 388.000.000, - untuk jasa kebersihan dan keamanan yang didalam iuran itu termasuk uang anggota (member) sebesar Rp. 25.000.000, - .
Baca juga:
Diagram Kerajaan Sambo, DPR Minta Polri Usut
|
" Mereka menamakan diri Asosiasi Taman Yasa, saya tidak tahu. Saya dihubungi oleh pak Nengah seorang manajer disini dan dia meminta email saya, " ujarnya menjelaskan, Kamis (24/10/2024).
Kemudian ditanya soal kewajaran pengeluaran itu, Henny sebut tidak masuk akal. Ia berhitung bahwa pengeluaran yang dibutuhkan oleh perumahan dengan 21 rumah hunian menghabiskan biaya Rp. 18.000.000, - pertahun sesuai dengan rincian yang ia terima.
" Jadi dalam satu bulan pengeluaran harusnya 1 jutaan, bukan seperti saat ini yang diminta 5 jutaan, itupun setelah dibagi untuk 21 rumah hunian, " ucapnya.
Geoff Preston selaku ketua asosiasi pernah ia juga tanyakan soal kelebihan uang yang dibayarkan ini dan tidak pernah ada jawaban. Bahkan asosiasi ini dikelola oleh semuanya diduga ber-warga negara asing.
" Uang itu digunakan untuk berjaga-jaga untuk kerusakan misalnya gardu listrik, tetapi setahu saya permasalahan listrik itu adalah PLN (Perusahaan Listrik Negara) bukan pihak manajemen atau asosiasi, " ungkapnya.
Ia juga menerangkan bahwa asosiasi Taman Yasa ini telah diteliti tidak pernah terdaftar dimanapun.
" Saya ingin hidup disini untuk nyaman, saya akan bayar bila itu dirasa wajar, saya tidak menolak untuk membayar, " ungkapnya kepada awak media.
Menemui pihak manajemen, Santi mengungkapkan bahwa pembelian hunian yang dilakukan oleh Henny tidak dilaporkan ke pihak kantor manajemen.
" Dari pemilik awal tidak pernah melaporkan bahwa tanahnya telah dijual '
Ia juga menyebutkan bahwa pihak penghuni diwajibkan untuk mentaati semua ART (Aturan Rumah Tangga_red) atau mungkin yang dimaksudnya peraturan bersama penghuni lain.
"Pemilik pertama sudah tidak mau menanggung beban yang harus dibayarkan"
Ia menerangkan bahwa penghuni dirumah yang dibeli Henny harusnya membayar iuran yang telah disepakati bersama dari tahun 2018 sampai 2024.
"Memang lebih banyak penghuni ini berada diluar (luar negeri) tetapi saat liburan baru berada disini, kita sering melakukan voting untuk menyepakati aturan yang berlaku"
Ada dugaan pihak manajemen salah menyebutkan kepada awak media soal sewa jalan yang dibayarkan kepada pihak Pemda Badung. Bila ini dilakukan tentu harus ditelusuri aliran dana tersebut.
Menemui pihak kepala lingkungan Mumbul Nyoman Astawa yang saat itu berada dilokasi. Menanyakan soal penghalangan masuk, ia menyebutkan belum tahu.
"Ini sudah 30 tahun tidak pernah ada masalah, kita ditelpon dari pihak manajemen dan dari bu Henny, " ujarnya.
Ia menyebutkan bahwa pemaksaan masuk yang dilakukan Henny itu belum berdasarkan mediasi. Ia menyebutkan wajar saja memblokade jalan karena mungkin ada iuran atau pembayaran sewa jalan.
" itu harus tahu sejarahnya kaya apa, pengembang bagaimana sebelumnya"
Merujuk peraturan perundangan Pasal 144 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman mengatur larangan mengalihfungsikan prasarana.
Jika developer mengalihfungsikan prasarana, maka dapat diajukan tuntutan pidana dan sanksi administratif. Selain itu, pelaku juga dapat dikenakan pidana tambahan berupa membangun kembali perumahan sesuai dengan kriteria dan persyaratan yang telah dijanjikan.
Selain tuntutan pidana, warga juga dapat mengajukan gugatan terhadap developer yang tidak menyediakan prasarana, sarana, dan utilitas umum (fasum-fasos).
Selain itu, upaya-upaya diluar peradilan juga dapat dilakukan, seperti mediasi atau musyawarah dengan pihak developer dan melibatkan pemerintah daerah.
Kemudian Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 yang berisi tentang hal pelarangan mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, dan/atau jalan air. (Ray)